Opening

Selamat Datang di web Orang Jombang

Selamat Membaca Berbagai Artikel Di Bawah Ini

Rabu, 20 Januari 2010

MODERNISASI PERTANIAN (PEMBANGUNAN PERTANIAN)

Secara umum modernisasi adalah proses pembaharuan untuk mencapai sesuatu situasi yang lebih baik. Dengan konteks pertanian maka modernisasi adalah proses pembaharuan (transformasi) agribisnis sehingga sesuai dengan perkembangan zaman. Fokus dalam upaya modernisasi yang dimaksud adalah modernisasi pengusaha, modernisasi pekerja, modernisasi perusahaan, serta modernisasi struktural agribisnis. Indikator suatu modernisasi adalah adanya perubahan orientasi usaha, jenis teknologi, cakupan usaha, skala usaha dan manajemen usahatani. Perubahan orientasi yang dimaksud adalah yang dahilunya petani subsistem menjadi petani yang komersil yaitu petani yang sudah berfikir secara komersil tentang hasil usahanya.

Dari segi teknologi, ditunjukkan adanya penggunaan sarana pertanian yang telah modern. Ciri dari sarana yang modern adalah

  1. dihasilakan industri
  2. mengandalkan tenaga mekanis
  3. tidak tergantung luas lahan

dengan digunakan alat yang lebih modern maka usahatani yang dilakukan lebih pada usahatani komersil. Dimana input saprodi sangat diperhitungkan untung rugininya.

Skala usahatani, modernisasi lebih mengejar untuk mendapatkan kondisi usaha efisien minimum (MES). Dimana cakupan usaha pada kondisi tersebut menunjukkan kondisi yang mempunyai cakupan yang besar.

Modernisasi dalam Manajemen ditunjukkan sudah tersusunnya spesialisai yang jelas dan menuju pada manajemen perusahaan. Dengan adanya hal ini maka akan terjadi efisiensi tenaga kerja.

Modernisasi dari segi pengusaha adalah keadaan yang lebih baik dari segi personalianya seperti rasionalitas, antisipasi, empati, mobilitas, serta sikap dan nilai.

Rasionalitas yang dimaksud adalah senantiasa memahami dan menjelaskan kejadian dan situasi dalam hubungan sebab akibat berdasarkan kaidah ilmiah. Antisipasi adalah suatu kemampuan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa depan, dan melakukan sikap penyesuaian dalam menyikapi haltersebut. Empati adalah kemampuan untuk memahami arti dari sikap dan perilaku setiap orang. Mobilitas adalah kemampuan seorang pengusaha untuk dapat mobile dari status sosial yang satu ke status sosial yang lain. Sikap dan nilai yang dimaksud disini adalah mengacu pada nilai motifasi dan pandangan hidup untuk berupaya meraih kemajuan untuk keberhasilan dalam usaha.

Perbedaan dari pembangunan dengan modrenisasi adalah jika pembangunan adalah hanya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa secara umum dan kesejahteraan petani pada khususnya. Modernisasi pertanian dapat dilihat dari struktur jaringan agribisnis. Ada 5 atribut penting yaitu keragaman, komplementaritas, integrasi, keseimbangan serta dinamika yang jelas dalam sistem/struktur agribisnis. Jadi secara garis besar pembangunan dengan modrenisasi merupakan dua hal yang berbeda namun pada hakekatnya keduannya memiliki sifat utama yang sama yaitu menjadikan sesuatu untuk menjadi kondisiyang klebih baik.

Dalam proses modernisasi pertanian maka perlu adanya aspek penasehat untuk menjadi pendukung eksternal yang cukup kuat. Aspek-aspek tersebut antara lain:

  1. adanya perlindunagn dan kepastian hukum
  2. disiplin kerja dan penguasaan ketrampilan yang tinggi
  3. kebijakan ekonomi yang transparan
  4. pelaku agribisnis tidak berfikir monopolistik
  5. struktur dan budaya ekonomi yang demokratis
  6. penataan struktur dan kelembagaan agribisnis
  7. pengembangan infrastruktur yang berorientasi pada komparatif yang tinggi

Modernisasi dan pembangunan memiliki sifat untuk mencapai perubahan yang lebih baik. Adanya tumpang tindih antara modrnisasi dan pembangunan dapat menyebabkan pengaruh yang baik positif maupun negatif. Namun dengan adanya damapk tersebut maka keduanya harus berupaya bersatu untuk menjadikan kondisi yang lebih baik hingga suatu tujuan bersama yaitu kesejahteraan petani dapat tercapai tanpa adanya hal-hal yang mengganggu

TKI yang sedih

Permasalahan para TKI ini bukan hanya semata-mata dari TKI itu sendiri, tetapi juga banyak pihak yang ikut terlibat di dalamnya. Untuk itu diperlukan aturan yang jelas, baik dari negara atau pun aturan umum yang harus dipatuhi secara bersama. Aturan-aturan itu juga harus didukung oleh para penegak hukum, sehingga tercermin contoh yang baik bagi masyarakat. Hal-hal tersebut diperlukan supaya tidak ada lagi kasus-kasus penganiayaan, pelecehan, dan sebagainya terhadap tenaga kerja Indonesia. Serta hubungan diplomatik yang kuat dengan negara-negara penerima TKI ini harus juga diperkuat, sehingga setiap masalah terhadap TKI ini dapat diselesaikan dengan bener-benar serta tidak ada masalah dengan hubungan bilateral antar dua negara.Jadi, pada dasarnya permasalahan terhadap TKI ini merupakan masalah bersama, baik itu dari masyarakat ataupun dari pemerintah harus bersama-sama kerja sama dan sama-sama kerja dalam kemenanggulangi masalah ini, supaya kehidupan berbangsa dan bernegara menjadi lebih baik lagi. Dan juga diharapkan pemerintahan yang baru ini bisa lebih serius engamati masalah TKI ini.

Mata Pencarian Penduduk Mata Pencarian “Primer” sepeti agrikultur, perkebunan, dan perikanan merupakan mata pencarian utama pada tahun 1960-an tetapi waktu ke waktu terus berkurang sehingga pada saat ini merupakan mata pencarian yang paling tidak popular. Mata Pencarian “Sekunder” sepeti perkilangan pada awalnya kurang digemari penduduk tetapi pada tahun 1990 sektor ini meningkat. Akan tetapi, pada tahun-tahun berikutnya jumlah pekerja di sector ini menurun sedikit demi sedikit. Mata Pencarian “Tertiary” seperti perkhidmatan pada awalnya cukup banyak pekerjanya. Sampai saat ini, sektor ini lah yang paling banyak dipenuhi oleh pekerja-pekerja Korea .Salah satu poin penting Kesepakatan Kemitraan Ekonomi (EPA) Jepang-Indonesia adalah dibukanya akses pasar kerja Jepang bagi tenaga- tenaga kerja Indonesia yang semiterampil dan berketerampilan rendah (unskilled). Benarkah ditandatanganinya EPA membuka peluang terjadinya migrasi tenaga kerja Indonesia yang sulit mendapatkan pekerjaan di sini untuk mengisi peluang kerja di Jepang, dalam jumlah besar? Tampaknya tidak segampang itu. Untuk bisa masuk ke pasar Jepang—meskipun sudah ada kesepakatan EPA—tenaga kerja Indonesia dan negara lain (seperti diungkapkan beberapa pejabat Jepang dalam berbagai kesempatan) tetap harus memenuhi akreditasi dan sertifikasi yang berlaku Jepang, tak cukup dengan sertifikasi negara asal. Dan yang jelas, mereka juga harus bisa berbahasa Jepang.

Selama ini, Jepang hanya membuka pintu untuk tenaga profesional dan berketerampilan tinggi. Baru kali ini Jepang lebih terbuka menyangkut impor tenaga kerja kurang terampil dan semiterampil—atas desakan Kadin Jepang atau Keidanren—kendati di dalam negeri sendiri masih terjadi kontroversi. Jumlah pekerja asing yang dibutuhkan Jepang selama kurun 1995-2050 untuk mengatasi krisis tenaga kerja—akibat terus menurunnya tingkat kelahiran dan terus meningkatnya proporsi penduduk usia lanjut dalam 40 tahun terakhir—diperkirakan mencapai 33,5 juta orang. Jepang juga mengalami kelangkaan tenaga kerja di sektor atau jenis pekerjaan tertentu, terutama pekerjaan kasar, kotor, dan berbahaya, karena generasi muda Jepang cenderung menghindari pekerjaan seperti ini. Dirjen Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Luar Negeri (PPTKLN) Depnakertrans I Gusti Made Arka mengatakan, EPA Jepang-Indonesia merupakan tantangan sekaligus peluang untuk penempatan tenaga kerja Indonesia (TKI) ke Jepang.